(Keniscayaan Mencinta) - Renjana
Malam mulai beranjak pergi tanpa memikirkan perihal elegi, dengan semangat menjelajah ke jalan gelap penuh hikmah. Intuisi pun tak tahu bagaimana untuk memulai sebuah ucapan kerinduan setelah jarak yang memaksakan untuk menjauh dari titik tumpuhan. Malam dan intiusi pun dibiarkan untuk bercengkrama dengan kesunyian, sesekali air mata datang penuh angkuh untuk menenangkan intuisi dan malam yang sedang berantakan.
Intiusi pun hanya membantu menghitung hari untuk segera kemari, menghitung jam sampai harapan pun karam, menghitung menit sampai gula pun terasa pahit, dan menghitung tiap jengkal jarak yang meninggalkan setiap jejak. Tak sedikitpun malam memberikan kesan untuk segera melupakan, ketika intuisi mulai bimbang akan perasaan menguatkan ataupun melemahkan, malam lahir mengejawantah menjadi rasa dari penantian.
Malam nan anggun bak tumbuhan tumbuh dengan cepatnya, bak air terjun dengan pelanginya, hingga atma tak mampu membendung akan keangkuhannya. Intuisi dan malam saling menguatkan akan bauran perihal perbedaanya, saling menguatkan akan hal sepakat tanpa adanya sekat, renjana sedang berselimut menyertainya.
Selanjutnya malam bagaikan kamu dan intuisi bagaikan aku, agar tak ada lagi yang salah ketika beradu. Aku dan kamu adalah karib dalam menunggu, bentuk pengorbanan dari sebuah rasa, yang sedang menjelma bersama asa, memaksa setiap jengkal jarak untuk agar segera mendekat nan lekat, dan memohon pada waktu agar segera bertemu. Aku dan kamu adalah pasangan yang sedang merindu.
______
renjana /ren·ja·na/
n rasa hati yang kuat; keinginan yang kuat untuk sebuah perasaan seperti rindu atau cinta.
Komentar
Posting Komentar