(Keniscayaan Mencinta) - Gejolak Asah Sang Pengasih
Ada yang sedang berpaling dari harum semerbak bunga, dedaunan kering yang jatuh dari rantingnya membuat hal bersebrangan dipersatukan. Sang pengasih sedang pada eksistensi terik malam yang enggan menyinari keramaian dengan menawarkan angin memasuki seraya meniup setiap rongga-rongga hati. Tak ada Asah yang ingin diperjuangkan menimbulkan kebahagiaan, juga tak ada sang pengasih yang disambut riuh tepuk tangan atas kedatangnya.
Lantas, bagaimana sang pengasih mempercayai
sebuah asah atas dekapan hatinya?, setiap kali ia bersyukur selalu ada asah
yang hinggap, dan selalu ada debar yang membuatnya kian mendekap. Sang pengasih
bangga setiap asah yang terbalaskan tanpa adanya kegejolakan renjana.
Sang pengasih bergumam “cinta membuat kita
lebih peka. Cinta juga banyak mengajari perihal perasaan yang tak akan bisa
disandingkan dengan logika, dan pada esensinya cinta merupakan proses
pengembalian rasa dan empati kepada diri sendiri.” Seringkali cinta
dan kasih enggan terpisahkan, lalu keterpaduan itu menjadi sebuah kerinduan.
Rindu yang mengharap sebuah pertemuan.
Let's Talk about Kerinduan. Rindu itu selalu menyenangkan, rindu juga kadang selalu
menjengkelkan, rindu juga mengajarkan sebuah arti keberharapan yang berlebihan,
rindu pun mampu mengubah asih menjadi basi. Sang pengasih bebas untuk
menerjemahkan sebuah rindu menjadi sendu.
Diakhir sang pengasih meneruskan gumamanya “dan ketika asah yang
kian merekah, lantas aku menyebutnya cinta adalah kegiatan mengenangmu, dan
rindu adalah sebagai pelancar luka yang manisnya paling terasa.”
Mencintai adalah hal paling ia sengaja
untuk merelahkan dirinya terkikis oleh sebuah lara.
Komentar
Posting Komentar