Review Buku Eminus Dolere - Arman Dhani
Hidup hanyalah menyelesaikan tugas, menunaikan janji , dan memenuhi harapan. Sementara hal itu menafikan tidak adanya waktu untuk diri sendiri.
Mencintai dengan keras kepala dan tanpa logika yang dikejar hanya nafsu belaka dan beranggapan bahwa hal itu adalah surga sementara. Tidak abadi namun molek, ranum dan membuai, hehe. Ya memang yang kukejar hanyalah 1 keduniawian.
Kebersamaan dengan insan adalah tunggal. Didalamnya ada rayuan gombalan atau semacamnya hal itu terbumbui manakala euforia pertama dalam kebersamaan, selebihnya melahirkan perpisahan.
Perpisahan acap kali menjadi ajang atau jalan menuju kedewasan, hal itu hanya mungkin, ya mungkin, mungkin merupakan sikap pengecut dari keragu raguan, tetapi dalam waktu dekat ini aku mempercayai itu karena upaya untuk tetap berharap pada suatu keniscayaan.
Padahal sudah mengetahui jikalau hal yang pertama dalam suatu perpisahan dan putusnya harapan adalah menghapus air mata, walaupun ada luka tetapi tidak akan lama dia akan sembuh, tetapi dendam dan penyesalan yang terus bersama layaknya kedekatan orang yang beriman dengan tuhannya.
Lantas melahirkan suatu gumam do’anya “Aku lelah jatuh cinta, Tuhan. Aku lelah mencintai dan lebih dari apapun aku lelah untuk berharap. Aku sudah terlaalu lelah untuk memelihara perasaan ini. Kau tahu Tuhan? Perasaan mencintai tapi kemudian merasa tidak berbalas. Memiliki cinta tapi tidak punya seseorang untuk dicintai. Tentu Kau Tahu. Bukankah kau segala yang maha. Segala yang hebat. Aku tidak memintamu untuk mencabut perasaanku ini, aku hanya ingin memintamu mendengar sekali ini saja, entah untuk kau apakan aku ini. Setelahnya aku menurut. Maaf tuhan, aku tidak bermaksud lancang, bermaksud membuat ku kesal, bermaksud mempertanyakan keputusan keputusanmu. Tapi bukankah kita semestisnya belajar dari kesalahan? Aku belajar untuk menghargai perempuan setelah aku berkali kali menyakiti mereka. Aku belajar untuk menghargai perasaan orang lain, justru setelah aku berulang kali menyepelekannya. Lantas jika memang manusia tidak pernah belajar, mengapa kami tetap saja engkau biarkan ada?.”
Mojokerto, 14 September 2020
Mantap
BalasHapusKeren Kak
BalasHapus