Review Buku KALA "Kita Adalah Sepasang Luka yang Saling Melupa" - STEFANI BELLA dan SYAHID MUHAMMAD

 


Nurani, Nalar, dan Kesempatan dipadukan sebagai prolog untuk menjelahi keterbukaan memasuki sebuah novel atau karya sastra yang membahas perihal hati. Pembaca diharuskan mempunyai dua sudutpandang, karena 1 sudut pandang saja ndak akan menemukan solusi ataupun berbagai macam kebijakan.

Pendekatan sebuah spesifikasi tulisan yang sesuai dengan isi dan pasar pembacanya membuat novel ini mendapatkan kategori best seller. Bagaiamana kegilaan pemikiran dua penulis yang di satukan, 2 pemikiran dalam satu momen. Peramuan bait aksara sedemikian rupa membuat pembaca menjadi enggan untuk berhenti membacanya dan dibumbui dengan membahas sebuah fenomena fenomena sosial yang pasti kita sudah pernah alami. sebagian besar remaja akan mengalami hal itu kurang lebih, lebih lah hehe.

Dalam bait aksara yang teramu mempunyai berbagai macam metafora yang tidak terlalu menye-menye tapi waw setiap fragmennya. didalam novel tersebut banyak juga yang disajikan salah satunya sajak awal bertemunya cinta dan terjadinya suatu kerinduan yang akan saya kutip

”aku melihat kamu dipersimpangan,
Aku memilih kamu bukan sekedar persinggahan
Dan untuk selangkah menuju pertemuan
Aku takkan pernah siap untuk sebuah perpisahan
yang tak akan bisa terelakkan”
Dari salah satu sajak “Sepasang luka yang saling melupa”

Pintu pertama yang tersajikan tentang rasa yang terungkap dan kita mampu berterimakasih untuk hal yang membuat kita tangguh dan yakin akan sakit yang didapatkan sebelumnya. tidak boleh mementingkan ego ataupun sejenisnya. Siklus percintaan teramu di sebuah fragmen penjelasannya, mulai dari pertemuan, euforia di awal menjadi siklus semestinya dalam setiap percintaan, kemudian bersama, lambat laun cinta dan kenyamanannya berkurang, karena ego yang selalu mengelabui sebuah nalar ataupun nuraninya, berujung perpisahan, yang melahirkan luka, luka yang menyayat semua sifat kekanak2an menjadi sifat yang mendewasakan, perpisahan tidak meluluh dengan marahan tetapi sebaliknya, Dan perihal hati pun tak lepas dari lantunan sebuah perkataan orang yang selalu mengasihi menyanyangi kita, seperti “ mama mah yakin semua orang yang pernah marah pasti dalam hatinya nyesel dan sedih. Karena disitulah titik kemanusiaan kita yang sebenarnya. Kita sebenarnya sadar kalau marah enggak bikin kita tenang. Cuma bikin sedih dan ngerasa bersalah meski menurut ego kita, orang itu pantas kita marah marahi. Mama juga sering mau melakukan hal seperti itu, tetapi mama belajara bahwa kita tidak sepatutnya memperlakukan orang sejahat itu. Kita harus mampu belajara memperlakukan orang sebaik diri kita ingin diperlakukan. Don’t treat people as bad as they are, treat then as good as you are”. Sebuah arahan kehidupan yang dimiliki oleh yang melahirkan insan di dunia akan mampu membuat sesuatu hal yang menyedihkan menjadi sebuah ketentraman, layaknya ombak dan lautan tenang dan dalam itu yang diinginkan olehnya, laiknya sinar rembulan dalam kegelapannya.

Fase dimana kita dirundung menyalahkan masalalu karena ada sebab seseorang yang menguliknya ada hal yang tidak perlu dijadikan permasalahan karena kenyamanan kita, Sebuah Ego yang mempunyai titik koordinat setara dengan nalar dan nurani akan menjadikan redahnya sebuah amarah, tidak mengundang sifat impulsifitas. Oleh karenanya sangat dibutuhkan dalam sebuah jalinan yang notabennya belum halal, halal pun seharusnya terlatih akan hal bernuansa ke ego an.

Semesta, yang katanya menakdirkan akan datangnya sebuah kejadian menenangkan menentramkan menyenangkan menyamankan terhadap sebuah dua sejoli yang sedang bercumbu mesra pun bukan hanya itu tetapi juga menghadirkan sebuah perasaan yang membuat berbunga mekar nuansa kerajaan, semesta bersahabat, semesta sedang angkuh atas kemesraannya, semesta membuat kita gila akan sebuah kesederhanaan yang dibuatnya, semesta sedang menghardik ketidak-nyamanan diri kita. Semestalah yang yang menakdirkan perasaan kita kembali meski telah melahirkan sedikit sayatan luka.

Rasa yang terbangun selama berpuluh puluh hari mendadak lenyap, padahal sebelumnya sayang dan sayang banget, merelakan diri kita untuk saling menyukai agar tetap nyaman, tetapi tiba-tiba hilang, tapi ya manusia, manusia adalah makhluk statis suka lupa bagaimana kuasa tuhan yang maha membolak balikan hati seorang hambanya, dengan tidak meremehkan pilihan orang lain karena diri kita adalah pesan, pesan dari setiap masa lalu untuk masa depan baik masa depan pasangan kita dan diri kita sendiri.

“Kita adalah sepasang tinta bagi kertas kertas yang haus oleh makna
Kita pernah menari begitu indah diatasnya
Membentuk paragraf paragraf yang berisi tentang kita
Kita pernah menjadi prosa paling syahdu dengan dinantikan semesta
Kita adalah rangkaian diksiyang menyenandungkan keutuhan
Namun, kau tiba tiba kehabisan tinta keyakinan
Memilih mengosongkan lembar terakhir
Dan kita berakhir menjadi puisi yang tak ingin tertuliskan”

Komentar

  1. Dengan kita membuat cerita saling memberikan canda dan tawa suka dan duka, jangan terlalu cepat melupa karna kisah cerita cinta kita tercatat di singasanah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer