Makalah Salafi Wahabi dan Penyimpangannya

SALAFI WAHABI DAN PENYIMPANGANNYA
(Perbandingan Akidah dan Ajarannya dengan An Nadliyah)

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Aswaja



Dosen Pengampu :
Ismatun Nihayah, M.Pd.I


Disusun Oleh :
Jaya Roza Azzukhrufi


Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas Tarbiyah
INSTITUT PESANTREN KH ABDUL CHALIM
MOJOKERTO
Tahun 2017


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini marak perkembangan gerakan “keagamaan” yang disebut sebagai gerakan Salafi. Sering mereka mengklaim bahwa mereka hadir bermaksud menghidupkan kembali ajaran ulama salaf untuk menyelamatkan umat dari amukan dan badai fitnah yang melanda dunia Islam saat ini. Adakala gerakan ini menegaskan bahwa kelompok yang selain mereka tidak ada jaminan memberikan alternatif (keselamatan). Tidak jarang mereka mengklaim bahwa golongan yang selamat yang dinurbuatkan oleh Nabi Saw adalah golongan mereka.
Tentu saja, konsekuensi dari klaim ini adalah menafikan kelompok yang lain. Artinya, bahwa kelompok mereka yang benar sehingga mengganggap selain kelompok mereka itu sesat (itsbat asy-syai yunafi maa adahu ). Kalau kita mau berkaca pada sejarah, gerakan Salafi ini sebenarnya bukan gerakan baru. Mereka bermetamorfosis dari gerakan pemurnian ajaran Islam Wahabi yang dikerangka konsep pemikirannya oleh Ibn Taimiyah yang kemudian dibesarkan oleh muridnya Muhammad bin Abdul Wahab, menjadi gerakan Salafi. Metamorfois ini jelas untuk memperkenalkan ajaran usang dengan pendekatan dan nama baru yaitu Aliran Wahabisme.
Adapun akidah yang dianut aliran wahabi adalah merujuk kepada akidah ibnu taimiyah, salah satu akidahnya yaitu tidak membolehkan tawassul kepada orang yang sudah meninggal sebagai perantara meminta doa kepada Allah. Dan ulama juga tidak sependapat dengan aliran wahabi ini, yang selalu dengan penyimpangan penyimpangannya. Aswaja dengan wahabi juga banyak perbedaannya antara lain mengenai Madhzab, Bid’ah, tawassul dan lain lain.
Didalam makalah nanti, kami penulis akan membahas lebih rinci mengenai sejarah kemunculan wahabi, Akidah dan ajarannya, pendapat ulama tentang wahabi, kelompok kelompok salafi, dan perbedaannya dengan Aswaja. 






B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Kemunculan Wahabi menurut Tokoh ?
2. Bagaimana akidah yang dianut oleh Wahabi dan ajaran-ajaran  Salafi Wahabi ?
3. Bagaimana Pendapat Ulama’ Tentang Wahabi?
4. Apa perbedaan antara Wahabi dengan Aswaja NU?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui sejarah kemunculan Wahabi Menurut Tokoh
2. Untuk mengetahui Akidah dan ajaran salafi Wahabi
3. Untuk mengetahui Pendapat ulama tentang Wahabi
4. Untuk Mengetahui perbedaan antara Wahabi dengan Aswaja NU
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Kemunculan Wahabi
Wahabi adalah pengikut Muhammad abdul Wahab, sebuah gerakan separatis yang muncul pada masa pemerintahan sultan salim III (1204-1222 H). Gerakan ini berkedok memurnikan tauhid dan menjauhkan manusia dari kemusyrikan. Karya-karyanya yang lain (baik dalam bidang fikih, tafsir hadis, maupun sejarah) hanya digunakan sebagai alat untuk memurnikan tauhid. Dalam arti, ia berusaha menelusuri berbagai bidang ilmu tersebut hanya untuk mencari apakah di dalam ilmu-ilmu tersebut terdapat bidah atau tidak.  Muhammad bin abdul Wahab dan para pengikutnya menganggap bahwa selama 600 tahun umat manusia dalam kemusyrikan dan dia datang sebagai mujaddid yang memperbaharui agama mereka. Wahabi muncul melawan kemampuan umat islam dalam akidah dan Syariah, karenanya gerakan ini tersebar dengan peperangan dan pertumpahan darah.
Dengan didukung hijaz bagian timur yaitu raja Muhammad bin sa’ud raja addir’iyah, kemudian pada tahun 1217 H, Muhammad bin abdul wahhab Bersama pengikutnya mampu menguasai kota thoif dan sebelumnya meraka membunuh berbagai penduduk meliputi laki-laki dan perempuan, tua, muda, anak-anak, bahkan yang lebih mengerikan bayi yang masih menyusu. Mereka keluarkan semua penghuni rumah yang ada dithaif dan yang sedang sholat dimasjid juga dibantai. Mereka juga merampas semua harta dan kekayaan penduduk thaif dan mereka juga memusnahkan kitab kitab yang ada sehingga berserakan di jalanan.
Setelah menguasai beberapa kekuasaan seperti mekkah, Madinah, Jeddah dan kota kota lainnya. Hingga akhir pada 1226 H Sultan mahmud khan II turun tangan memerintakan raja mesir Muhammad ali basya untuk membendung gerakan wahabi ini. Dengan demikian mereka pasukan yang dikerahkan oleh raja mesir dapat mengambil alih kota kota yang dikuasai oleh golongan wahabi. 
Menurut Hanafi (2003/198), Muhammad bin Abdul Wahab merupakan seorang ulama pembaharuan dan ahli teologi agama Islam yang mengetuai gerakan salafiah. Wahabi dianggap sebagai ultra-konservatif berbanding salafi. Ia dianggap sebagai gerakan pembaharuan, bukan suatu mazhab. Beliau memperkenalkan semula undang-undang Syariah di Semenanjung Arab. Beliau sangat dipengaruhi oleh Ahmad ibn Hanbal dan Ibn Taimiah. Selama beberapa bulan beliau merenung dan mengadakan orientasi, untuk kemudian mengajarkan paham-pahamnya. Meskipun tidak sedikit orang yang menentangnya, antara lain dari kalangan keluarganya sendiri, namun ia mendapat pengikut yang banyak.
Menurut Arizal (2012), Kaum Wahabi mengklaim sebagai muslim yang berkiblat pada ajaran Islam yang pure, murni. Mereka sering juga menamakan diri sebagai muwahiddun, yang berarti pendukung ajaran yang memurnikan keesaan Allah (tauhid).Tetapi, mereka juga menyatakan bahwa mereka bukanlah sebuah mazhab atau kelompok aliran Islam baru, tetapi hanya mengikuti seruan (dakwah) untuk mengimplementasikan ajaran Islam yang (paling) benar.
Menurut Hamid (2010/101), muncul nya gerakan wahabi tidak bisa dipisahkan dari gerakan politik, perilaku keagamaan, pemikiran dan social ekonomi umat islam. Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab bin Sulaiman adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Muhammad bin Abdul wahab memang dikenal orang yang haus ilmu. Ia berguru pada Syeikh Abdullah bin Ibrahim an-N ajdy, Syeikh Efendi ad Daghastany, Ismail al-Ajlawy, syeikh Abdul lathief al-‘Afalaqy dan Syeikh Muhammad al-‘afalaqy. Di antara mereka yang paling lama menjadi guru adalah Muhammad hayat Sindhi dan Syeikh Abdullah al-Najdy. Tidak puas dengan itu ia pergi ke syiria untuk belajar sambil berdagang.
Menurut kurnia (2012), Disana ia menemukan buku-buku karya Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim yang sangat ia idolakan. Akhirnya ia semakin jauh terpengaruh terhadap dua aliran reformis itu. Tak lama kemudian ia pergi ke Basrah dan berguru pada Syeikh Muhammad al-majmuu’iyah. Di kota ini ia menghabiskan mencari ilmu selama empat tahun, sebelum akhirnya ia ditolak masyarakat karena pandangannya dirasa meresahkan dan bertentangan dengan pandangan umum yang berlaku di masyarakat setempat.
Menurut Nasir (2010/289), Kemudian Muhammad bin Abdul Wahab diusir dari tempat tersebut dan menuju ke subuah tempat yang bernama Najd. Di situlah Abdul Wahab bertemu dengan Abdul Aziz Al Sa’ud yang sedang memerintah Dir’iyyah. Beliau pun mendapat angin segar, karana Abdul Aziz Al Sa’ud menaungi kehidupannya., bahkan menjadi pelindung dan pentirnya.
Menurut Akbar (2010), Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya.Wahabisme-lah yang telah menciptakan kerajaan Saudi, dan sebaliknya keluarga Saud membalas jasa itu dengan menyebarkan paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. One could not have existed without the other – Sesuatu tidak dapat terwujud tanpa bantuan sesuatu yang lainnya.  
 Sebagian kalangan tidak menyukai istilah “wahabi”, dan lebih menyukai istilah “salafi”. Salafi bagi mereka adalah aswaja itu sendiri. Oleh karena itu, mereka menyamakan istilah aswaja dengan salaf. Dalam Wajiz fi Akidah as-Salaf as-Shalih disebutkan bahwa Ahlussunnah wa al-jamaah adalah suatu golongan yang telah Rasulullah SAW janjikan akan selamat diantara golongan-golongan yang ada. Landasan merka bertumpu pada ittiba’ assunnah dan menuruti apa yang dibawah oleh nabi baik dalam masalah akidah, ibadah petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama’ah kaum muslimin. Menurut mereka, definisi ahlussunnah wa al jamaah tidak keluar dari definisi salaf. Namun, mengklaim mazhab baru dengan nama Salafiyah atau Salafi, merupakan bentuk fanatisme (ta’ashshub), serta tidak masuk dalam kategori ittiba’ (mengikuti) seperti yang diharapkan. 
 Ittiba’ salaf merupakan inti agama, dan dasar-dasar yag ditetapkan sunnah Rasulullah SAW. sedangkan pegklaiman terhadap madzhab salafi merupakan bentuk bid’ah yang tidak diridhai Allah dan bentuk pengkhayalan (penyelewengan) terhadap sesuatu yang tidak ada dasarnya dalam sejarah.
Dari kurun waktu pertama yang diberkahi dalam agama islam, tidak ada mazhab dalam kelompok umat islam yang diberi nama dengan “Mazhab Salafi” atau “Mazhab Salaf”. 
B. Perbedaan Akidah dan Ajaran 
1. Salafi Wahabi
Kaum Wahabi mengklaim bahwa pemikiran mereka merupakan kelanjutan kelompok salafiyah versi Ibnu Taimiyah, yang diyakini berasal dari Imam Ahmaf bin Hanbal. Pemikiran itu dianggap mempresentasikan pemikiran sahabat dan tabiin (assalaf asshalih). Menurut mereka para sahabat dan tabiin tidak pernah membahas hal hal detail mengenai akidah. Dalam masalah akidah, aliran Salafi hanya mengambil dan percaya pada nash Al-Qur’an dan Sunnah, karena nash merupakan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi SAW, sedangkan akal dan logika rasional tidak dapat dipercaya validitasnya .
Penggunaan pemikiran rasional sama sekali tidak dianjurkan dan dipraktekkan oleh Nabi SAW maupun Assalaf Asshalih dari kalangan sahabat dan tabiin. pola pikir ini membuat Wahabi serba tekstual dalam memahami nash Al-Qur’an dan Hadis, baik dalam konteks akidah maupun fikih.
Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid’ah.Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.
Muhammad bin Abdil Wahhab membuat suatu rumusan yang diambil dari pemikiran Ibnu Taimiyah. ia membagi tauhid menjadi tiga. Pertama, Tauhidur Rububiyah yang berkenaan dengan pengesaan Allah sebagai Maha Pencipta segala sesuatu dan terlepas dari segala macam pengaruh dan sebab. Kedua, Tauhidul Asma’ Was Sifat yang berhubungan dengan pengesaan nama dan sifat-sifat Allah yang berbeda dengan makhlukNya. Ketiga, Tauhidul Uluhiyah atau Tauhidul ‘Ibadah yang berkaitan dengan pengesaan Allah sebagai Tuhan Yang Disembah. 
Menurut Wahabi, kebanyakan umat islam hanya mengikuti dua tauhid pertama, sedangkan Tauhidul Uluhiyah banyak diselewengkan. Padahal tauhid inilah yang paling penting dijaga dan dipraktekkan. Tauhidul Uluhiyah yang intinya pengesaan dalam beribadah kepada Allah, akan terwujud apabila terpenuhi setidaknya dua hal; pertama, hanya menyembah Allah semata-mata dan tidak mengakui sifat ketuhanan bagi selain Allah. Kedua, dalam menyembah dan beribadah kepada Allah harus sesuai dengan cara yang telah disyariatkan oleh Allah melalui Nabi SAW. 
salah satu kelanjutan dari dua prinsip tadi adalah tidak boleh menjadikan manusia, baik hidup atau sudah meninggal dunia, sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dari pemikiran kaku itulah muncul beberapa konsep yang mereka paksakan untuk dianut oleh seluruh umat islam di manapun. Tidak hanya dalam ranah akidah, tapi juga mencakuo pada furu’iyah fiqhiyah. sehingga khilaf ulama yang tidak sependapat, sama sekali tidak diperdulikan. 

2. Nahdlatul Ulama’
Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW  telah melalui perjalanan yang panjang. Pasca wafatnya Rasulullah SAW. bermunculan firqah-firqah (golongan-golongan) dalam umat Islam, yang satu dan lainnya sulit didamaikan, apalagi dipersatukan. Nahdhatul Ulama (NU) yang berpaham Ahlussunah wal Jama’ahmemiliki tanggung jawab besar dalam rangka melindungi umat Islam tetap berada dalam tuntunan ajaran Islam yang lurus. Oleh sebab itu, NU telah memberikan garis-garis yang jelas tentang sikap keagamaannya, baik dalam masalah akidah, syariah, tasawuf, maupun siyasah.
NU mendasarkan paham keagamaannya pada Al-Qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas. Pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadist sendiri tentu berbeda-beda antara satu paham dan lainnya. Jadi, meskipun paham-paham dalam Islam mendasarkan sikap keagamaan terhadap Al-Qur’an dan Hadist, namun pemahaman dan tafsir atas dasar tersebut berbeda.
Dalam memahami dan menafsirkan Islam dari sumbernya, NU mengikuti Ahlussunnah wal Jamaah dengan menggunakan jalan pendekatan madzhab :
1. Dalam bidang akidah, NU mengikuti paham Ahlussunnah wal Jamaah yang dipelopori oleh Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi
2. Dalam bidang fiqih, NU mengikuti jalan pendekatan (madzhab salah satu dari madzhab Imam Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal.
3. Dalam bidang tasawuf mengikuti, antara lain Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali, serta imam-imam lainnya, seperti Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
4. Dalam Siyasah mengikuti Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammad al-Mawardi 
Telah jelas bahwasanya akidah ajaran salafi wahabi dengan Nahdlatul Ulama’ berbeda, salafi wahabi mempunyai ajaran yang bagiamana aliran tersebut membagi 3 tauhid yang dijelaskan diatas merujuk kepada Ibnu Taimiyah, adapun Nahdlatul Ulama mempunyai Akidah, Fikih dan Tasawuf yang dipelopori oleh para ulama’ seperti 4 Mazhab dibidang Fikih dan Akidah ada abu Mansur dan abu maturidi dan ditasawuf ada imam Al Ghazali dan Imam Junaid dan syaikh Abdul Qodir Al Jailani.

C. Pendapat Ulama Tentang Wahabi
Beberapa kelompok wahabi memiliki pemahaman ekstrim, kaku, dan keras. Mereka menolak rasionalisme, tradisi dan beragam khazanah intelektual islam. Tidak sedikit ulama yang mengkategorikan kelompok ini sebagai Khawarij. Mengenai hal ini, Imam as-Shawi berkata : 
هَذِهِ اْلآَيَةُ نَزَلَتْ فِي الْخَوَارِجِ الَّذِيْنَ يُحَرِّفُوْنَ تَأْوِيْلَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ بِذَلِكَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ كَمَا هُوَ مُشَاهَدٌ اْلآَنَ فِيْ نَظَائِرِهِمْ وَهُمْ فِرْقَةٌ بِأَرْضِ الْحِجَازِ يُقَالُ لَهُمُ الْوَهَّابِيَّةُ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ عَلىَ شَيْءٍ أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ. (حاشية الصاوي على تفسير الجلالين، ٣/٣٠٧)
“ Ayat ini turun mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang mendistori penafsiran al-Qur’an dan as-Sunnah serta menghalalkan darah dam harta benda kaum muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan wahabi, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh suatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).
Muhammad Amin Afandi (Ibn Abidin) berkata :
قَالَ الْإِمَام مُحَمَّدْ أَمِيْن أَفَنْدِي الْمَعْرُوْفُ بِابْنِ عَابِدِيْنَ فِي كِتَابِهِ حَاشِيَةِ رَدّ ِالْمُحْتَار: مَطْلَبٌ فِي أَتْبَاعِ ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْـخَوَارِجُ فِي زَمَانِنَا. (قَوْلُهُ وَيُكَفِّرُوْنَ أَصْحَابَ نَبِيِّنَا) عَلِمْتَ أَنَّ هَذَا غَيْرُ شَرْطٍ فِي مُسَمَّى الْخَوَارِجِ، فَيَكْفِي فِيْهِمْ اِعْتِقَادُهُمْ كُفْرَ مَنْ خَرَجُوْا عَلَيْهِ، كَمَا وَقَعَ فِي زَمَانِنَا فيِ أَتْبَاعِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ. حَاشِيَةُ رَدِّ الْمُحْتَارِ عَلَى الدُّرِّ الْمُخْتَارِ (4/262).
“masalah pengikut ibn abdil wahhab, khawarij kontenporer.(maksud, khawarij mengkafirkan para sahabat nabi Muhammad SAW) ini bukan persyaratan sebagai aliran khawarij. Mereka cukup dengan mengkafirkan lawan politiknya sudah dianggap khawarij seperti pengikut Muhammad bin abdil wahhab.” (Hasyiyah Radd al-Muhtar (4/262)). 

Berikut beberapa pendapat ulama Sunni non-Wahhabi kontemporer terhadap Wahabi Salafi. Antara Lain :
a. Dr. Ali Jumah, mufti Mesir mengatakan bahwa Wahabi Salafi adalah gerakan militan dan teror.
b. Dr. Ahmad Tayyib, Syekh al-Azhar mengatakan bahwa Wahabi tidak pantas menyebut dirinya salafi karena mereka tidak berpijak pada manhaj salaf.
c. Dr. Yusuf Qardawi, intelektual Islam produktif dan ahli fiqh terkenal asal Mesir, mengatakan bahwa Wahabi adalah gerakan fanatik buta yang menganggap dirinya paling benar tanpa salah dan menganggap yang lain selalu salah tanpa ada kebenaran sedikitpun. Gerakan Wahabi di Ghaza, menurut Qardawi, lebih suka memerangi dam membunuh sesama muslim daripada membunuh Yahudi.
d. Dr. Wahbah Az-Zuhayli (وهبة الزحيلي), mufti Suriah dan ahli fiqh produktif, menulis magnum opus ensiklopedi fiqh 14 jilid berjudul Al Muwsuatul Fiqhi al-Islami (الموسعة الفقه الاسلامى) . Az-Zuhayli mengatakan seputar Wahabi Salafi (yang mengafirkan Jama’ah Tabligh): “mereka [Wahabi] adalah orang-orang yang suka mengkafirkan mayoritas muslim selain dirinya sendiri.”
e. KH. Agil Siradj, ketua PBNU, mengatakan dalam berbagai kesempatan melalui artikel yang ditulisnya, wawancara tv, dan seminar bahwa terorisme modern berakal dari ideologi Wahabi.
f. Syekh Hisyam Kabbani, ketua tariqah Naqshabandi dunia, mengatakan bahwa Wahabi Salafi adalah gerakan neo-Khawarij. Yaitu aliran keras yang menghalalkan darah sesama muslim dan terlibat dalam pembunuhan khalifah ke-3 Utsman bin Affan.
g. Syekh Muhammad Al-Ghazali, ulama berpengaruh Mesir, termasuk salah satu pengeritik paling keras gerakan Wahabi. Dalam kitabnya yang berjudul “Al Wahhabiyah Tusyawwihul Islam wa Tuakhirul Muslim” (Wahabi menistakan Islam dan membuat muslim terbelakang) Al-Ghazali menuangkan sejumlah kritikan pada Wahabi baik yang ditulis oleh dirinya sendiri maupun yang dikutip dari ulama dan intelektual Mesir yang lain. Al-Ghazali antara lain menyatakan: Agama yang diserukan oleh sekelompok suku Baduwi ini (maksudnya Muhammad bin Abdul Wahab) adalah agama lain yang berbeda dengan agama Islam yang kita ketahui dan kita muliakan.
D. Perbedaan Wahabi dengan Aswaja Nahdlatul Ulama’
Sebelum menjelaskan perbedaan antara ajaran-ajaran pokok salafi-wahabi dengan ahlusunah wal jamaah, terlebih dahulu akan dipaparkan ajaran-ajaran yang diusung oleh salafi- wahabi. Pemikiran keagamaan salafi wahabi yang berbeda dengan ajaran kaum muslimin pada umumnya.
Mungkin orang-orang  yang awam tidak begitu menyadari perbedaan  besar antara akidah yang dijalani Ahlusunnah wal jamaah dengan Akidah Ala Wahabi. Sehingga sebagian diantarnya ada yang berhujah dengan keduanya karna tidak bisa membedakannya dan akibatnya terjadi kerancuan bahkan menimbulkan kesalah pahaman yang makin besar. Orang-orang semacam ini hanya mengikuti saja pendapat sebagian orang  tanpa berfikir jauh jika ada hal yang salah dalam pemahamnnya.
Lucunya lagi ada yang mengaku Ahlusunnah wal jama`ah, namun apa yang ia sampaikan, justru paham Wahabi. Ada pula wahabi wahabian alias pengikut taqlid yang sebenarnya tidak banyak paham akidah wahabi namun kemudian malah apa yang ia utarakan justru paham paham Ahlususnnah wal jama`ah yang dia anggap itu ajaran wahabi. Dan celakanya lagi ia ngotot mempertahankannya degan mengatakan “ Inilah akidah wahabi yang benar”.
Untuk memahami apa sebenarnya yang menjadi pokok persoalan antara Ahlusunnah wal Jam`ah degan Wahabi, berikut ini penjelasan  sebagian dari permasalahan itu. Adalah sebagai berikut :
1. Al-tajsim dan tahyiz. Mereka Aliran Wahabi memaknai ungkapan ungkapan yang dikaitkan dengan Allah SWT seperti “istiwa’, al-jihah, al-jismiyah, al-maji” secara makna hakiki bukan majazi. Sedangkan Aswaja tidak secara Hakiki melainkan Majazi dan bukan leterlek 
2. Mengkafirkan orang lain yang tidak sepaham dengannya. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh syaikh sulaiman, kakak kandung Muhammad bin abdil wahhab dalam kitabnya al-shawa’iq al-illahiyah. Dalam kitab ini beliau menjelaskan bahwa wahabi mengklaim mengikuti al-Qur’an, al-sunnah dan berijtihad sendiri, lalu memaksa orang lain untuk mengambil atau mengikuti pemahamannya, dan orang lain yang menyimpang dari pemahaman wahabi dianggap kafir.
Ad-Durar as-Saniyyah jilid 10 halaman 31:
“Kuingatkan padamu, sesungguhnya engkau dan ayahmu telah jelas melakukan kekafiran, kemusyrikan, dan kemunafikan!! Engkau dan ayahmu bersungguh-sungguh dalam menentang agama ini, siang dan malam!! Engkau adalah orang yang pembangkang, seseorang yang sesat padahal itu engkau sadari, dan kalian lebih memilih kekafiran daripada islam!! Ini kitab sucimu sendiri telah mengkafirkanmu.”
3. Mereka Wahabi Menuduh syirik kepada orang yang bermazhab dan taklid. Sedangkan Aswaja Haram hukumnya Menuduh Orang syirik.
4. Pembagian tauhid menjadi 3 yaitu: tauhid uluhiyah, tauhid ubudiyah, dan tauhid al-asmd’ wa al-shif’at. Sedangkan Aswaja bermadzab kepada 4 Imam 
5. Melarang tawasul dengan nabi SAW sebagaimana kita ketahui bahwa pemahaman keagamaan dari kalangan wahabi berbeda dari kaum muslimin yaitu ahlusunah waljamaah.hal ini Nampak misalnya dalam memandang hukum ber-tawasul dan ber-istighatsah. 
6. Persoalan : tentang  Abu jahal dan Abu lahab
Pendapat Aswaja : Abu jahal dan Abu lahab bukanlah dari kalangan orang Islam sebagaimana di jelaskan dalam Alquranul kariim dan tidak bisa terbantahkan kekuatan firman Allah.
Dalilnya : Firman Allah Ta’ala mengenai Abu lahab:Maksudnya: kelak dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala. (Al-Masad ayat: 3)
Pendapat Wahabi : Wahabi mengatakan bahwa Abu jahal lebih mulia dan mengamalkan serta  peng-ESA-an tauhid mereka kepada Allah daripada orang Islam  umumnya yang mengucap dua kalimah syahadah. ( yang dimaksudkan dengan orang Islam di sini ialah mereka yang bertawassul dengan wali-wali dan para solihin dimana pengertian tawasul menurut wahabi seperti menyembah berhala, batu, orang mati atau sejenisnya ).
7. Persoalan : Madzab
Pendapat Aswaja : 4 madzab adalah generasi penerus akidah  Ulama Salaf sebagaimana  penjelasn sunnah Rasullullah yang menjadi pembimbing umat islam kearah yang benar menurut sunnah Rasulullah.dan  bukan syirik
Dalil : ijma  kebanyakan ulama sepakat 
Pendapat wahabi : “Mengikut mana-mana mazhab adalah syirik.”
Ada  banyak sekali perbedaan antara keduanya. terutama memahami perkara Bid`ah walaupun keduanya  sama sama sepakat mengakui adanya Bid`ah dan pada uraian ini hanya sekedar bahan renungan kita atas hujah hujah para Ulama Ahlsuunnah wal jama`ah dan Wahabi. 

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wahabi merupakan Gerakan yang berkedok memurnikan tauhid dan menjauhkan manusia dari kemusyrikan. Wahabi muncul melawan kemampuan umat islam dalam akidah dan Syariah, karenanya gerakan ini tersebar dengan peperangan dan pertumpahan darah. 
Menurut mereka para sahabat dan tabiin tidak pernah membahas hal hal detail mengenai akidah. Dalam masalah akidah, aliran Salafi hanya mengambil dan percaya pada nash Al-Qur’an dan Sunnah, karena nash merupakan wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi SAW, sedangkan akal dan logika rasional tidak dapat dipercaya validitasnya. Mereka menolak rasionalisme, tradisi dan beragam khazanah intelektual islam. Tidak sedikit ulama yang mengkategorikan kelompok ini sebagai Khawarij seperti yang di kemukakan oleh ulama imam As Shawi diatas. Perbedaan wahabi dengan aswaja antara lain yaitu bermadzhab dan permasalahan konsep bid’ah.

DAFTAR PUSTAKA
Chalim, Asep Saifuddin. 2016. Aswaja di Tengah Aliran-Aliran. (Mojokerto : PP. PERGUNU), Cet. II
Nafis, Abdurrahman, Muhammad Idrus Ramli dan Faris Khoirul Anam. 2015. Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah. (Surabaya : Khalista)
Tim Penulis Batartama. 2012. Trilogi Ahlussunnah, (Pasuruan : Pustaka Sidogiri)
Tim aswaja NU center PWNU Jwa timur. 2016. Khazanah Aswaja, (Surabaya : Aswaja NU center PWNU Jawa Timur)
Http://adekurniawan28.wordpress.com/2015/06/11/sejarah-dan-perkembangan-aliran-wahabi/.html diakses pada tanggal 03/01/18, 14.45 WIB
Http://nininghayuk.blogspot.com/2014/10/makalah-wahabi.html. Diakses pada tanggal 23/09/17, 18.43
Http://www.tintaguru.com/2017/05/madzhab-akidah-fiqih-dan-tasawuf-nu.html. Diakses pada tanggal 20/12/17

Komentar

Postingan Populer